Umbul Mantra Srawung Seni, Berharap Negeri Kekudangan Para Leluhur

KORANJURI.COM-Mengawali tahun baru 2019, sejumlah seniman dari dalam dan luar negeri menggelar acara bertajuk Srawung Seni di komplek Candi Sukuh, Karanganyar.

Acara rutin yang di gelar setiap tahun tersebut, menampilkan berbagai kesenian budaya kearifan lokal.

Di daulat sebagai pembawa doa umbul mantra, Mpu Totok Brojodiningrat, pemilik padepokan keris Brojodiningrat.

Umbul mantram kata Mpu Totok Brojodiningrat, adalah doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang di lakukan dalam tradisi Jawa.

Lantunan doa umbul mantra adalah kidung dan tetembangan jawa sebagai sebuah permohonan keselamatan , kesejahteraan dan kemulyaan.

Selain kidung tetembangan, Mpu Totok Brojodiningrat juga menyertakan keris pusaka Kyai Pari Sawuli yang melambangkan permohonan murah sandang di dalam acara umbul mantra.

Keris dalam masyarakat Jawa kerap di pergunakan di berbagai upacara adat.

Keris sebagai bentuk regalia, ungkapan permohonan masyarakat Jawa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang melambangkan manunggaling kawula gusti.

Di gelarnya acara Srawung seni di Candi Sukuh imbuh Mpu Totok, sebagai upaya napak tilas candi sebagai peninggalan para leluhur.

‘ Khususnya Candi Sukuh yang banyak memiliki relief tentang pembebasan atau ruwatan, juga relief tentang pembuatan keris dengan tokoh Bima yang komplit sarat dengan makna dan filosofinya ‘ Jelas Mpu Totok Brojodiningrat.

Umbul mantra oleh pemilik besalen Brojodiningrat, di awali dengan suluk pathet 5 ageng yang kerap di pakai sulukan wayang gedhog di Kraton Kasunanan Surakarta, yang menceritakan turunya ratu di iringi para bidadari swargaloka untuk sebuah rasa hayu dan kedamaian bumi nusantara.

Di dalam tembang umbul mantra terselip juga pesan terakhir Sabdo Palon Noyogenggong saat berselisih paham dengan Brawijaya di gunung Lawu tentang keyakinan yang di anutnya.

Di kata perpisahan terakhirnya dengan nada sedih Sabdo Palon berkata,

‘ Terpaksa sementara waktu kita berpisah, tetapi lima ratus warsa lagi saya akan datang meminta nusa Jawa saat Gunung Merapi memuntahkan lahar ke arah barat daya, itulah pertanda saya akan datang’.

Adapun sengkalan untuk itu di tandai dengan ‘ Lawon Sapto Ngesti Aji’ yang berarti tahun 1878 caka.

Kembalinya nusa Jawa pada keyakinan budi di tuturkan oleh Mpu Totok, sebagaimana masyarakat menggali budi pekerti peninggalan para leluhur, andhap ashor, rame ing gawe sepi ing pamrih, dalam rangka memayu hayuning bawana.

Jika masyarakat Jawa sudah kembali pada budi Jawa sebagai masyarakat yang njawani, paham serta mengerti sangkan paraning dumadi darimana kita berasal dan akan kemana kita kembali, maka nusantara akan menjadi negeri kekudangan para leluhur sebagai negeri yang gemah ripah loh
jinawi, toto tentrem kerta raharja./Jk

Please follow and like us:
0
Spread the love
  • 35
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
soloraya koranjuri

FREE
VIEW