KORANJURI.COM-Di tengah panasnya tahun politik yang kian memanas jelang Pilpres 2019, sosok pemimpin kedepan di harapkan lahir seperti kekudangan para leluhur yang memiliki jiwa ksatria, berwatak wiku, bijaksana tidak hadigang, hadigung, hadiguna, semenena mena sendiri.
Di dalam sejarah peradaban Nusantara, seorang pemimpin harus menyanding pusaka ampuh sebagai sebuah symbol kewibawaan.
‘ Bahkan para wali sekalipun ketika berdakwah, juga kerap menyanding pusaka agemanya‘ Jelas Mpu Totok Brojodiningrat dalam keteranganya.
Di tambahkan oleh Mpu Pedepokan Keris Brojodiningrat, Mojolaban, Surakarta, lahirnya pusaka pusaka ampuh dari para leluhur tidak serta merta di bangun hanya berasal dari bahan campuran metal kelas satu.
Tetapi laku spiritual dan proses mbabar pusaka menjadi keutamaan bagi seorang Mpu didalam melahirkan pusaka pusaka ampuh.
Hal itu di gambarkan dalam tembang Dandhanggula yang berbunyi,
‘ Pan dariji kang kinaryo supit, Bromo medal saking tutukira, Mangka kikir panuguhe, Garindo jempolipun, Pepacale kuku kinardi, Sesepuhira lidah, Pacobane idu, Pangasah epek epek ira, Besalene ana satengahing margi, Dukuh medang kamulan’ .
Di gambarkan di dalam tembang bagaimana sebilah keris pusaka di babar oleh seorang Mpu dengan menyatukan Sir Budi Cipta Rasa luruh menyatu ke dalam endapan jiwa sang Mpu.
Nata rasa sajroning mawa, menyatukan cipta dan rasa kedalam bara, sehingga terciptalah keris pusaka seperti keinginan jiwa sang Mpu pada saat membabar. Di dalam besi tersampaikan pesan bathin sang Mpu yang terlukis dalam guratan pamor.
Proses terciptanya bilah keris yang di awali dengan mesu budi atau laku bathin sedemikian kuat membuat daya linuwih yang ada di jagad raya mampu di saripatikan dan dikristalkan dalam bentuk energy positif, yang kemudian di transferkan kedalam bilah keris dalam keadaan besi tengah membara melalui tempaan panimbal dan palu di atas paron.
Pada tahap proses penempaan inilah sebenarnya keampuhan sebilah keris pusaka tercipta, karena menata pamor sesuai keinginan bathin sang Mpu dalam keadaan pijaran besi tengah membara.
Hanya dengan keyakinan dan tekad yang golong gilig Mpu bersama panjak mampu mengatasi sengatan kobaran dan percikan api yang mengguyur badanya dalam keadaan telanjang dada. Oleh karena itu saat ini sangat di sayangkan, jika beredar pemahaman dari sebagian insan perkerisan dan masyarakat bahwa keris ampuh identik keris yang bertahtakan emas permata.
Ada sebuah pepetah dari seorang Begawan sufi yang mengatakan,’ jika engkau kehilangan perhiasan emas,di tukang perhiasan bisa kau dapatakan. Jikalau engkau kehilangan seorang kekasih, mungkin setahun dua tahun sudah melupakanya. Tetapi jika engkau kehilangan jati diri, sesungguhnya manusia telah kehilangan segala galanya’.
Oleh sebab itu jelas Mpu Totok Brojodiningrat, jati diri bangsa ini salah satunya adalah keris yang menjadi identitas sejati sejak jaman dahulu lekat di dalam diri masyarakat Nusantara. Keris di maknai sebagai lambang ‘ lantiping panggrahita’ atau lambang kecerdasan.
Seperti halnya seorang Mpu yang telah menjalani laku tapa brata dan olah rasa kemudian memperoleh ilham membabar keris dengan dhapur liman atau dapur gajah yang kerap di sebut sebagai keris Gajah Indra. Keris gajah indra sejatinya bernama keris Gajah Erawana.
Gajah Indra memiliki makna filosofi, seorang raja hendaknya tidak hadigung hadigang, hadiguna. Tidak semena mena karena merasa besar seperti gajah, sehingga menginjak kawula alit. Merasa super cepat larinya, tetapi meninggalkan kepentingan rakyatnya.
Tidak separti ular atau naga yang mengandalkan ampuhnya upas untuk meracuni paham yang tidak benar kepada para kawulanya.
Akan tetapi justru sebaliknya, Mpu pembuat keris pusaka Gajah Indra sebenarnya memiliki maksud agar pemimpin pemegang keris Gajah Indra bisa memadukan volume otak gajah yang begitu besar, serta memiliki daya ingat yang amat kuat dibandingkan binatang lain dapat di satukan kedalam sel sel otak manusia.
Kombinasi ini akan melahirkan otak super cerdas yang tidak hanya pandai, tetapi juga mengerti dan memahami. Sebab jika hanya pintar saja tanpa di dasari kemampuan untuk mengerti dan memahami, setiap langkah yang diambil akan sasar susur.
Yang pada saatnya nanti hanya akan membuat kerusakan dan menyengsarakan mahkluk Tuhan di muka bumi.
Keris Gajah Indra terang Mpu Totok, setiap jaman di babar. Sejak jaman Medang Kamulan, Kahuripan, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang sampai Mataram Islam Sultan Agung Hanyokrokusuma dan seterusnya.
Di era Sultan Agung Hanyokrokusama, Keris Gajah Indra di buat luk Sembilan serta terdapat gana atau pepethan liman. Luk Sembilan memiliki makna walau manusia secerdas Ganesa sekalipun tetap harus mampu menutupi babahan hawa sanga.
‘ Dengan cara’ meper ubal kanepsoning pancadrya’ Jelasnya.
Jika makna simbolik terang Mpu Totok, dari Gajah Indra sudah luruh dan menyatu dalam jiwa pemiliknya, maka dengan sendirinya sang pemimpin pemegang keris Gajah Indra mampu memayu hayuning bawana, menjaga keselarasan alam semesta.
‘ Yang pada akhir hayatnya akan kembali kepada Tuhan Sang Maha Pencipta dengan pati patitis. Meninggal dunia dengan jiwa yang sudah mengerti arah mana jalan di tempuh pulang ke asal muasalnya’ Tutup Mpu Totok Brojodiningrat dalam babaran keris Dapur Gajah Indra. (*)/j