KORANJURI.COM-Sebagai salah satu ketua umum partai yang mendukung Calon Presiden Joko Widodo pada Pilpres tahun 2014 yang silam. Jenderal Purnawirawan Wiranto pernah mengungkapkan teori dasar kepemimpinan kriteria sosok pemimpin bangsa yang pernah di ramal oleh para pujangga Nusantara ratusan tahun yang silam.
Hal tersebut di ungkapkan Wiranto pada saat menggelar saresehan di Gedong Putih, sesaat sebelum Pilpres 2014 berlangsung.
Dalam pandangan spiritualnya, mantan Pangab di Era Orde Baru yang gemar olah bathin tersebut mengatakan, kriteria pemimpin yang mampu membawa kemakmuran bangsa dan Negara Indonesia adalah pemimpin yang memiliki dasar kepemimpinan yang kuat.
Kala itu, Jenderal Purn yang kerap meneliti berbagai teori dasar kepemimpinan ini menyatakan kekagumanya pada mantan Walikota Solo dua periode. Ia mengungkapkan, Capres Jokowi pastilah orang yang terpilih karena berangkat dari kesederhanaan rakyat biasa.
Dan kenyataanya apa yang di ungkapkan oleh mantan Panglima ABRI tersebut memang terbukti.
Dalam petikan wawancara dengan Jenderal Purnawirawan Wiranto di Gedong Putih, ia membabarkan panjang lebar teori dasar kepemimpinan yang sudah dimiliki bangsa ini sejak ratusan tahun yang silam. Teori dasar kepemimpinan sekaligus ramalan para pujangga tentang sosok pemimpin bangsa yang mengantarkan Indonesia ke jaman Kalasuba.
Berikut petikan wawancara dengan Jenderal Purnawirawan Wiranto di Gedong Putih, Gondangrejo sesaat sebelum Pilpres 2014 berlangsung.
Kira kira siapa pemimpin yang mampu membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan jaman?
Sebelum kita membahas siapa pepimpin bangsa ini kedepan, alangkah baiknya kita harus memahami dulu kondisi bangsa ini. Karena kondisi bangsa yang sedemikian semrawut memang pernah di ramal oleh para pujangga besar, seperti Sri Aji Jayabaya dan pujangga agung keraton Kasunanan Surakarta, Rng.Ronggowarsito. Di dalam ramalannya, pujangga Jayabaya mengatakan akan adanya ‘dokar mlaku tanpo jaran’ ( kereta berjalan tanpa kuda ) yang dimaksud adalah mobil, ‘ Wesi mabur ono nduwur’ ( besi terbang diangkasa) maksudnya pesawat terbang.
Ramalan ramalan tersebut terbukti di jaman sekarang ini, padahal kita tak pernah menyangka, bahwa ramalan para winasis yang di ucapkan ratusan tahun yang silam sekarang menjadi kenyataan.
Selain Jayabaya, pujangga Rng. Ronggowarsito juga meramal perihal ‘amenangi jaman edan, sing ora edan ora keduman, nanging sak bejo bejone wong bejo, isih bejo wong eling lan waspada’ ( memasuki jaman edan, siapa yang tidak turut edan tidak akan memperoleh bagian, akan tetapi seberuntung beruntungnya sebuah keberuntungan, akan lebih beruntung mereka yang masih tetap ingat dan waspada ).
Jaman edan adalah jaman dimana manusia hanya berfikir kemulyaan duniawi, mereka menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Meski gaji pegawai dinaikan hingga sepuluh kali lipat, apabila mental mereka sudah bobrok, mustahil para pejabat dan penegak hukum bersih.
Kondisi seperti ini yang di namakan jaman edan, bahwa siapapun yang tidak ikut edan, tidak akan memperoleh bagian. Namun perjalanan jaman edan yang pernah di ramal oleh Jayabaya dan Ronggowarsito, silih berganti akan memasuki jaman kalabendu, kalatida dan kalasuba.
Bisa di jelaskan jaman kalatida, kalabendu dan kalasuba, kaitanya dengan kepemimpinan bangsa ini kedepan?
Jaman kalatida bisa diartikan jaman keragu raguan. Memasuki jaman ini, pujangga besar Rng.Ronggowarsito pernah meramal perihal kondisi bangsa dan Negara ketika memasuki jaman kalatida.. ‘ Wong suci di benci, wong salah dipuja puja ‘, keadaan seperti inilah yang di dialami bangsa dan negara Indonesia ketika memasuki era kalatida. Tidak ada ketegasan dalam bersikap, sehingga jati diri sebagai bangsa yang berbudaya hilang.
Budaya yang seharusnya menjadi akar atau tonggak cermin kebesaran bangsa, terbukti mulai pupus. Fenomena ‘wong suci di benci, wong salah dipuja puja ‘ sangat terlihat nyata di dalam kehidupan ini. Banyak orang yang memuja kesalahan, dengan melakukan korupsi dan tindak kejahatan lain yang mengartikan bahwa berbuat salah justru sangat dipuja puja.
Sedangkan untuk berbuat jujur malah di benci. Terbukti para aparatur negara dan penegak hukum yang jujur justru di singkirkan. Perbuatan baik dianggap salah, berbuat salah dinggap benar, jaman seperti inilah yang di dalam ramalan dianggap sebagai jaman kalatida.
Seiring dengan berjalanya jaman kalatida, di dalam ramalan Rng. Ronggowarsito, beliau telah meramal peralihan jaman kalatida ke jaman kalabendu. Jaman kalabendu adalah jaman bebendu atau pagebluk yang penuh bencana. Tak bisa di pungkiri, banyaknya bencana dari tsunami aceh, gempa di jogja, pesawat jatuh, tanah longsor, kebakaran hutan, kapal tenggelam, hingga bencana dan kecelakaan lainya, membuat negeri ini memasuki jaman kalabendu seperti yang pernah di ramal oleh pujangga Rng. Ronggowarsito.
Bencana bencana tersebut tidak hanya berasal dari alam, tetapi ulah manusia hingga menimbulkan bencana juga menjadi pertanda datangnya jaman kalabendu, seperti meluapnya lumpur lapindo di porong sidoarjo dan kecelakaan tiap kali mudik lebaran yang mencapai ratusan orang meninggal dunia akibat kelalaian hingga menyebabkan kematian, membuat miris kondisi jaman kalabendu. Peristiwa adalah cermin jaman ( keadaan;/ kondisi ) dalam sebuah bangsa.
Perubahan jaman kalabendu pada tahap puncak akan memasuki waluyaning jaman kalabendu dengan datangnya jaman kalasuba atau jaman ke emasan. Jaman ini di tandaianya dengan adanya tanda tanda alam berupa pralambang atau sasmito, bahwa ‘ waluyaning jaman kalabendu akan ada seorang pemimpin yang berjiwa seperti wiku’. Kemudian pralambang ‘ Sabuk lebur majenun’ ‘ Mangesti ngesti sawiji’.
Pemimpin yang berjiwa seperti wiku adalah seorang pemimpin yang tidak pernah berharap menjadi seorang pemimpin, namun terpanggil untuk menjadi seorang pemimpin karena sudah menjadi kehendakNya. Pemimpin dengan jiwa seperti seorang wiku yang tak pernah berharap pujian, tidak pernah berharap kekayaan dan kekuasaan. Hanya dengan keiklasan dan kerendahan hati serta kejujuran yang dimiliki, pemimpin tersebut akan mampu membawa bangsa ini kedalam jaman kebahagiaan.
‘Sabuk lebur majenun’ adalah cahaya yang terpancar dari dalam jiwa seorang pemimpin, memancar bak ikatan debu yang bertebaran di sekelilingnya. Sinar ini adalah rahmat bagi orang terpilih untuk menjadi seorang pemimpin yang berjiwa seperti seorang wiku. Karena wiku memiliki kesederhanaan dalam keseharian, namun dalam kesederhanaan terpancar sebuah kepribadian yang tulus dan berjiwa besar.
‘Mangesti ngesti sawiji ‘, pralambang ini merupakan sebuah gambaran kemanunggalan seorang pemimpin dengan rakyatnya. Tidak ada batasan antara pemimpin dengan orang yang dipimpin. ‘Manunggaling kawula Gusti” seperti dalam filsafat jawa. Pemimpin dengan gaya kepemimpin seperti ini, merupakan sosok pemimpin yang akan mampu membawa perubahan bagi bangsa dan negara Indonesia kedepan menjadi gemah ripah loh jinawi.
Segala keputusan dan kebijakanya tidak bisa di atur oleh siapapun, tidak ada yang di takuti di dalam mengambil keputusan. Karena satu satunya yang menjadi pedoman dan sandaran adalah Tuhan Yang Maha Esa. Kebijakan yang akan diambil hanya untuk kesejahteraan rakyat. Menyerap aspirasi rakyat dan menjadikanya mandat didalam mengambil sebuah keputusan.
Seperti inilah tanda tanda akan datangnya jaman kebahagian,dari fenomena ramalan para winasis .
Apa yang menjadi landasan bagi pemimpin bangsa ini kedepan ?
Teori dasar kepemimpinan sebenarnya sudah dimiliki para leluhur kita sejak dari jaman raja raja Mataram kuno hingga Mataram Islam di tanah Jawa. Dasar dasar kepemimpinan yang baik sudah dimiliki bangsa ini, diantaranya teori dasar kepemimpinan Dasa sila Sutasoma dan Hastabrata,
Dasar atau sikap pemimpin hendaknya menjadi sebuah kepribadian yang luhur, karena jatuh bangun sebuah bangsa tergantung dari pemimpinya. Tidak hanya di era monarki dan demokrasi, seorang diktaktor sekalipun akan mengalami kejatuhan karena sikap kepemimpinanya. Untuk itu referensi kepemimpinan yang pernah di tingggalkan para winasis, hendaknya bisa di pakai sebagai referensi kepribadian seorang pemimpin di masa kini.
Karena kehidupan terbagi menjadi tiga, yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa lalu atau sejarah tidak akan bisa diubah, segala sesuatu yang baik di dalam sejarah bisa kita ambil dan di pakai dimasa sekarang ini, sedangkan sesuatu yang jelek bisa kita di buang. Karena akan menjadi pedoman di masa sekarang dan menjadi bahan untuk masa yang akan datang.
Untuk itulah, menengok kepemimpinan masa lalu bisa menjadi sebuah referensi bagi pemimpin bangsa di masa sekarang. Sehingga sikap dan kepribadian seorang pemimpin akan memiliki ketulusan dan keiklasan di dalam memimpin.
Karena pemimpin bukanlah seorang penguasa atau pembesar. Penguasa atau pembesar hanya ada di era sebelum replubik ini merdeka. Karena para penguasa ataupun pembesar di jaman itu hanya kepanjangan tangan dari Ratu Wihelmena di Belanda atau yang di sebut ’pangreh projo’. /jud