DPPSBI: Ekstraksi Panas Bumi Di Gunung Lawu Di Khawatirkan Merusak Tatanan Budaya Kearifan Lokal

KORANJURI.COM- Rencana pemanfaatan sumber panas bumi ( geothermal ) di Gunung Lawu oleh Pertamina sebagai perusahaan negara pemenang tender dari Kementrian ESDM, tidak hanya menuai penolakan masyarakat adat yang bermukim di sepanjang lereng Gunung Lawu, tetapi para aktifis lingkungan dan pemerhati budaya juga menyuarakan seruan yang sama yakni, Save Lawu.

Salah satu seruan dilakukan oleh Lembaga Penyelamat Pemerhati Seni dan Budaya Indonesia besutan BRMH.Kusuma Putra dengan cara memasang spanduk berisikan penolakan pemanfaatan energy geothermal di beberapa titik lokasi di sekitar lereng Lawu, diantaranya di pos pendakian Cemara Kandang dan Tawangmangu.

“Selain di pos pendakian Cemara Kandang, para aktifis pecinta alam yang tergabung dalam PGL Cemara Sewu juga melakukan hal sama, mereka memasang spanduk Save Lawu di pintu masuk pendakian jalur Cemara Sewu ‘ Kata Kusuma usai menggelar kegiatan pemasangan spanduk, Kamis siang ( 23/22017).

Kusuma beralasan, program pembangunan pembangkit listrik sebesar 350ribu megawatt yang di canangkan oleh Pemerintah hendaknya betul betul di kaji di titik mana proyek tersebut akan di bangun. Jangan sampai program pembangunan energy justru merusak alam, apalagi menghancurkan tatanan budaya kearifan lokal yang ada di masyarakat sekitar, khususnya saat ini yang ada di lereng Gunung Lawu.

Dia mengungkapkan, penolakan masyarakat, pemerhati lingkungan dan para budayawan memang beralasan, pasalnya sumber daya alam gunung Lawu khususnya air tidak hanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat yang ada lereng gunung Lawu, tetapi kawasan perkotaan seperti Solo, Karanganyar, Sragen, Magetan dan beberapa daerah lain juga memanfaatkan sumber air dari gunung Lawu.

Gunung Lawu menurut Kusuma kaya akan sumber daya alam, oleh sebab itu biarkan sumber daya alam tersebut lestari agar anak cucu kita di masa yang akan datang masih bisa menikmatinya.

‘ Saat ini penyelamatan lingkungan kerap di suarakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, namun di sisi yang lain, Kementrian ESDM mengekplorasi alam yang dampaknya tidak hanya merusak kawasan konservasi tetapi merusak tatanan budaya yang ada di masyarakat. ‘ Ujar Kusuma mengkritisi kebijakan Kementrian yang tak bersinergi

Lawu adalah kawasan konservasi yang harus di jaga kelestarianya. Banyak kawasan yang rusak dan harus di selamatkan, oleh sebab itu, jika proyek geothermal tetap nekad dilakukan maka kerusakan alam gunung Lawu akan semakin bertambah parah, ujarnya menambahkan

‘ Yang lebih mengkhawatirkan lagi merusak tatanan budaya kearifan lokal yang selama ada dan terbangun di masyarakat ‘ Tegas Kusuma

Dia memaparkan, Lawu tidak hanya kaya sumber daya alam tetapi gunung Lawu menyimpan banyak misteri serta sejarah peradaban bumi Nusantara. Puluhan candi dan ratusan situs sejarah tersebar di sepanjang lereng Gunung Lawu.

Di katakan, Situs Candi Sukuh yang di yakini lebih tua dari peradaban suku Inka, Candi Pelanggatan di Dusun Berjo yang di bangun di era Majapahit, Candi Menggung yang di bangun pada masa kejayaan Prabu Erlangga. Candi Cetho yang di bangun secara turun temurun oleh raja raja Nusantara, Situs Tapak Brawijaya, Situs Cemara Pogog yang di yakini gerbang ghaib alam kajiman di Gunung Lawu.

Di tambah lagi Kata Kusuma, Sendang Raja situs  patirtan Majapahit  di kawasan hutan Tahura milik Mangkunegara I. Situs ringin jenggot yang di yakini sebagai jalur pamuksan Brawijaya V. Candi Kethek tempat bersemayamnya resi Mayangkara ( Hanoman). Pamuksan Harga Dumilah tempat muksanya Prabu Brawijaya V. Pertapaan Pringgondani,  tempat keramat yang kerap di pakai  laku spiritual Presiden Soekarno, Soeharto, Gusdur dan tokoh bangsa lainya.

Belum lagi imbuh Kusuma, tempat keramat seperti makam Syech Maulana Mahgribi di Jabal Kanil, makam raja raja Mangkunegaran, Pertapaan Bancolono, Sendang Banyu Kuning, Pesanggrahan Mangkunegara di Karangpandan, makam Ki Ageng HaryoKusuma di desa Tal pitu, Pertapaan Cokrokembang di Jenawi, Sendang Hanantaboga, pesanggrahan atas angin di Karangpandan tempat Mpu mengasah kekuatan bathin. Telaga Mardida, sumber mata air suci tempat bertarungnya Sugriwa Subali. Situs batu gamelan watu bonang , serta ratusan situs peninggalan masa silam lainya yang ada di gunung Lawu.

‘ di tambah ratusan situs yang belum tereksplor dan terpublikasi oleh media yang saat ini hanya di ketahui oleh masyarakat sekitar ‘ katanya menambahkan

Situs peninggalan sejarah di gunung Lawu kata Kusuma adalah bukti nyata peradaban masa silam di tanah Jawa, oleh sebab itu, anggapan Lawu sebagai pancernya tanah Jawa bukan isapan jempol semata, tetapi fakta sejarah memang ada. Terbukti di setiap bulan sura, gunung Lawu menjadi tempat sakral Keraton Kasunanan Surakarta menggelar sedekah para leluhur.

‘ Sumber daya alam dan peradaban sejarah akhirnya membangun budaya kearifan lokal yang sarat dengan makna religiusitas dan spiritualitas. ‘ Ujar BRMH.Kusuma Putra

Di tambahkan, budaya kearifan lokal diantaranya , tradisi sedekah bumi Dawuhan yang di gelar oleh masyarakat Tawangmangu, Tradisi Dhukutan yang di gelar setiap wuku dhukut di Candi Menggung. Tradisi Mondosia bertepatan wuku Mondosia yang di gelar warga di desa desa di kawasan Pertapaan Pringgondani. Tradisi Julungan yang di gelar oleh masyarakat adat Gondosuli bertepatan wuku Julungpujut, Tradisi muter gunung Lawu yang dilakukan oleh warga di lereng Gunung Lawu setiap bulan sura. Tradisi kiamat pithik yang di gelar setiap bulan ruwah di desa Jenawi.

‘ Ditambah lagi upacara keagamaan yang menyatu dengan tradisi budaya kearifan lokal seperti sedekah pepunden krincing wesi di Candi Cetho, Upacara pensucian Melasti di Telaga Mardida dan upacara upacara keagamaan lainya’ Ungkapnya

Budaya kearifan lokal aku Kusuma tidak hanya membangun rasa persatuan, kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi, tetapi juga membangun rasa toleransi yang saat ini masih ada dan di pertahankan oleh masyarkat adat di lereng Gunung Lawu.

Di masa yang akan datang Kusuma beranggapan, budaya kearifan lokal adalah sumber ekonomi kreatif dari sector budaya pariwisata yang mampu bersaing di era ekonomi global. Kekayaan budaya harus tetap terjaga, budaya kearifan lokal selama ini tidak bisa berdiri sendiri namun bersinergi dengan alam semesta.

‘ Budaya kearifan lokal lahir dari energi alam semesta yang terpancar dan di serap oleh manusia, kemudian di budi daya serta di wujudkan dalam upacara adat tradisi yang terbangun dari rasa sosial dan spiritual.’ Urainya

Di dalam budaya kearifan lokal terdapat spirit ‘ Memayu Hayuning Bawana’ mewujudkan kedamaian dan kelestarian manusia dengan alam semesta dan manusia dengan sang penciptaNya. Kusuma berharap, pemanfaatan panas bumi di gunung Lawu hendaknya di urungkan, agar jangan sampai mengoncang tatanan alam di gunung Lawu.

tokoh masyarakat dan budayawan bertemu di rumah mbah Po
tokoh masyarakat dan budayawan bertemu di rumah mbah Po

Sementara itu Pertamina sebagai pemenang tender proyek Geotermal pada saat diskusi bertajuk ekstraksi atau pertahankan tradisi ? di kampus UGM Jogkarta, tetap bersikukuh pada hasil foto satelit yang di rilisnya. Jika ekstraksi tidak akan mengganggu keseimbangan alam gunung Lawu, kata mbah Po selaku tokoh masyarakat adat di lereng gunung Lawu yang di daulat menjadi wakil pada diskusi.

Dari empat kecamatan yang ada
ungkap mbah Po, salah satunya akan di pilih sebagai ladang ekstraksi geothermal, pungkasnya / Jk

Please follow and like us:
0
Spread the love
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

soloraya koranjuri

FREE
VIEW