KORANJURI.COM – Warga desa di Dusun Ngringgo Karanganyar, Jumat Pahing bulan Sela dalam penanggalan Jawa, menggelar ritual adat tradisi bersih desa di sebuah punden keramat Ki Jegang Wanalapen di sebuah pemakaman umum milik warga Desa setempat.
Tradisi yang di gelar setiap tahun usai panen tersebut, sebagai ungkapan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta para leluhur.
‘Tak lupa dalam ungkapan rasa syukur, warga menghaturkan rasa terima kasih kepada alam sekitar yang telah memberi mereka berkah sandang pangan atas kelimpahan sumber alam ’ Kata KRT Subagyo Hadinegoro, Kepala Dusun Ngringo.
Berbagai macam rangkaian sesaji di persembahkan oleh warga desa,
uniknya dalam tradisi sedekah bumi ini, ada satu tradisi seni yang tidak boleh di tinggalkan, yaitu menggelar seni tayub Janggrungan.
Meski kesenian tayub Janggrungan sudah langka dan jarang ada yang melestarikanya, tetapi bagi warga desa hal tersebut tidaklah menjadi soal.
Pasalnya, warga desa sudah memiliki langganan ledek tayub Janggrungan asal Purwodadi.
Setiap kali menggelar upacara bersih desa, ledek inilah yang akan menjadi tontonan pada puncak tradisi adat bersih desa malam harinya.
Keharusan menggelar tayub Janggrungan memang bukan tanpa alasan,
Menurut Kepala Dusun Ngringgo, tahun 70an pernah sekali waktu ledek Janggrungan di tiadakan.
Akibatnya, 17 orang warga desa mati mendadak tanpa sebab.
‘Pagi sakit, sore mati ‘ Ungkap KRT. Subagyo Hadinagoro menceritakan
Sejak peristiwa tersebut, setiap kali menggelar tradisi sedekah bumi warga tidak permah melupakan kesenian Janggrungan.
Menurut cerita, Ki Jegang Wanalapan adalah salah satu putra Sunan Lawu yang pernah membangun peradaban di daerah Ngringo, oleh karenanya dia dianggap leluhur bagi warga desa.
Untuk mengingatkanya, maka setiap tahun penduduk menggelar tradisi sedekah bumi, sebagai ungkapan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, alam dan para leluhur. Pungkas KRT.Subagyo Hadinegoro mengungkapkan. / JK