KORANJURI.COM – Isu adanya pelanggaran peraturan daerah yang mengindikasi timbulnya kerugian pendapatan asli daerah di Pasar Tradisional Singosaren semakin menguat. Pasalnya, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang anti rasuah sudah mulai mengendus adanya dugaan tersebut, setelah mereka melakukan investigasi di lapangan.
‘ Dari hasil investigasi di lapangan di duga ada pelanggaran Perda No 1 tahun 2010 soal keberadaan pasar tradisional. ‘ Jelas Kusuma, Direktur Pemantau Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia. ( LAPPAN RI), salah satu LSM yang menginvestigasi adanya pelanggaran perda di pasar tradisional Singosaren
Di tambahkan, sembilan puluh persen kios kios di Pasar Singosaren di sewakan kepada pihak ketiga. Padahal menurut Perda No.1 tahun 2010, pemilik SHP ( Surat Hak Pakai ) tidak di perbolehkan menyewakan kios tanpa ada persetujuan dari pemerintah daerah.
‘Bahkan pada pasal 27 jika kurun waktu selama dua bulan pemilik SHP tidak berjualan atau meninggalkan tempat usahanya selama dua bulan, maka ijin penempatan bisa di cabut.’ Ucap Kusuma mengutip Perda No1 tahun 2016
Oleh karena itu tegas Ketua Umum LAPAAN RI, jika kios di pasar tradisional Singosaren di sewakan kepada pihak ketiga dengan uang sewa antara 3jt – 5jt perbulan, maka pihak Pemereintah daerah yang di rugikan.
‘Data investigasi LAPAAN RI menguak, selama ini Pemkot Solo menerima uang retribusi dari pasar tradisional Singosaren sekitar 46jt perbulan, padahal biaya yang harus di keluarkan untuk pasar ini setiap bulannya lebih dari 100jt.’ Papar Kusuma Putra, S.H,M.h
Dari data di lapangan Kusuma juga membeberkan, semula hanya 254 kios di pasar tradisional Singosaren, tetapi sekarang mengalami pemekaran menjadi 320 kios. Belum lagi peruntukan kios pasar tradisional Singosaren yang seharusnya dipakai untuk pasar tradisional, sekarang telah beralih fungsi menjadi pasar modern.
Dalam Perda No 1 tahun 2010 pasal 35 juga di terangkan, semua pedagang dilarang memiliki SHP lebih dari 4 dalam daerah, di kecualikan untuk usaha lembaga keuangan. Namuan faktanya tegas Kusuma, salah satu penyedia makanan siap saji menempati lebih dari empat kios di Pasar Tradisional Singosaren.
LAPAAN RI melihat adanya kejanggalan dalam kasus ini, pasca mencuatnnya sewa menyewa kios di pasar tradisional Singosaren. Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta memang sudah memberi teguran tertulis pertama kepada para pemilik SHP bernomor 974/261/II/2016 agar mereka memanfaat kios sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun rupanya surat teguran tersebut belum di indahkan oleh para pemilik SHP, sehingga teguran kedua surat bernomor 974/436/III/2016 dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta tertanggal 8Maret 2016 kembali di layangkan, tetapi menurut kusuma tidak semua pemilik SHP diberi surat peringatan kedua.
LAPAAN RI melihat, pasar tradisional Singosaren telah melenceng jauh dari fungsi aslinya sebagai pasar tradisional. Terbukti, para pedagang oprokan dan tradisional semakin tersingkir di sisi sebelah utara. Kondisi ini membuat prihatin banyak pihak yang peduli terhadap keberlangsungan para pedagang tradisional.
LAPAAN juga melihat ada dugaan kongkalikong soal perpanjangan SHP .
‘Jika jelas jelas melanggar perda, kenapa perpanjangan SHP tetap di berikan’ Tegas Direktur LAPAAN RI
LAPAAN RI berharap kepada Walikota Solo, agar kasus pasar Singosaren yang di duga merugikan PAD segera di tindak lanjuti, sekaligus mengembalikan fungsi semula pasar Singosaren sebagai pasar tradisional yang nyaman bagi warga kota Solo. Pungkasnya./jd